Friday 14 May 2010

Pokok-Pokok Perubahan UU No. 42 Tahun 2009 Tentang UU PPn & PPnBm.



Perihal: Pokok-Pokok Perubahan UU No. 42 Tahun 2009 Tentang UU PPn & PPnBm.

Dengan akan diberlakukannya UU No. 42 Tahun 2009 tentang “Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah”, pada tanggal 1 April 2010 (selanjutnya disebut “UU tentang PPn & PPnBm”), maka kami mengingatkan kembali bahwa berdasarkan UU tentang PPn & PPnBm tersebut bagi pengusaha yang mempunyai omset penjualan lebh dari Rp. 600.000.000,- (enam ratus juta rupiah) per tahun, di samping telah memiliki NPWP maka diwajibkan pula untuk mendaftar sebagai Pengusaha Kena Pajak (“PKP”).
Latar belakang dan tujuan perubahan UU PPn adalah untuk meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak akan kepastian hukum yang berlaku dan dengan dilatar belakangi karena adanya perkembangan ekonomi yang sangat dinamis baik di tingkat nasional, regional, serta internasional terhadap perubahan pola konsumsi masyarakat akan kebutuhan barang dan jasa terhadap perkembangan transaksi bisnis yang dilakukan.
Kelalaian atau kesengajaan untuk tidak mendaftar sebagai PKP, berdasarkan UU No.28 Tahun 2007 tentang “Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan” (untuk selanjutnya disebut “UU KUP”), akan dikenakan sanksi sebagai berikut :
a.       Tidak mendaftar sebagai PKP dan PKP tidak memperlihatkan pembukuan / dokumen sesuai dengan keadaan yang sebenarnya sehingga dapat menimbulkan kerugian negara, dikenakan sanksi :
»             Sanksi pidana minimum 6 bulan dan maksimum 6 tahun dan,
»             Membayar denda paling sedikit 2 kali dari jumlah pajak terutang dan paling banyak 4 kali dari pajak terutang.

b.      PKP yang tidak mengisi Faktur Pajak Standar secara lengkap, dikenakan sanksi :
»             Sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% dari jumlah total Dasar Pengenaan Pajak (“DPP”)
Mengingat besar dan beratnya sanksi yang dapat dikenakan atas pelanggaran ketentuan pajak tersebut, maka kami menghimbau kepada para klien untuk tunduk pada ketentuan tersebut karena setiap pelanggaran yang dilakukan,  akibatnya akan ditanggung sendiri oleh yang melakukan pelanggaran.



Lampiran :
Pasal
Subject
UU No.18 Tahun 2000 (Berlaku Januari 2001)
UU No.42 Tahun 2009 (Berlaku April 2010)

Pasal 4.A
Non BKP dan Non JKP
Daging, Telur, Susu, Sayuran, dan Buah-Buahan di bebaskan dari pengenaan PPn, melalui peraturan pemerintah tentang BKP strategis.



Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran (yang telah dikenakan pajak daerah), dikenakan PPn kecuali pasir dan kerikil (Psl 4A (2) huruf a).






Jasa keuangan, PPn tidak dikenakan atas jasa perbankan (Psl 4A (3) huruf d).

















Jasa-Jasa tertentu, PPn dikenakan atas jasa penyediaan tempat parkir, jasa telepon umum, jasa pengiriman uang dengan wesel pos, jasa boga/catering (Psl 4.A (3) huruf n – q)

Barang kebutuhan pokok yang sangat di butuhkan oleh rakyat banyak, misalnya: beras, jagung, daging, telur, susu, sayuran, dan buah-buahan tidak dikenakan PPn (Psl 4A (2) huruf b).


Barang hasil pertambangan dan hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya tidak dikenakan PPn (disesuaikan dengan undang-undang PDRD), misalnya: batu kapur, batu permata, minyak mentah, panas bumi, marmer, pasir, kerikil, tanah liat, dll. (Psl 4A (2) huruf a).


PPn tidak dikenakan atas jasa keuangan berupa :
1.       Jasa menghimpun dana dari masyarakat berupa tabungan, giro, deposito.
2.       Jasa menempatkan dana / meminjam dana kepada pihak lain dengan menggunakan surat / sarana telekomunikasi lainnya.
3.       Jasa pembiayaan syari’ah berupa : usaha kartu kredit.
4.       Jasa penyaluran pinjaman atas dasar hukum gadai
5.       Jasa penjaminan
(Psl 4A (3) huruf d).


(Pasal 4.A (3) huruf n – q) :
1.       Jasa penyediaan tempat parkir
2.       Jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam
3.       Jasa pengiriman uang dengan wesel pos
4.       Jasa boga atau catering
Menjadi tidak dikenakan PPn
Pasal 16
Restitusi
Restitusi untuk turis asing tidak di atur
PPn atas barang bawaan yang di bawa ke luar negeri melalui bandara tertentu oleh turis asing dapat direstitusi, dengan syarat :
1.       Nilai PPn minimal sebesar Rp. 500.000,-
2.       Pembelian BKP dilakukan dalam jangka waktu 1 bulan sebelum keberangkatan ke luar daerah pabean
3.       Faktur pajak memenuhi ketentuan pasal 13 ayat (5). Pada kolom pembeli di isi dengan nomor paspor dan alamat lengkap di Negara yang menerbitkan paspor (Psl 16.E)
Pasal 12
Pemusatan Tempat PPn Terutang
1.       WP mengajukan permohonan dengan syarat penyerahan BKP atau JKP untuk semua kegiatan usaha yang dilakukan oleh satu atau lebih tempat kegiatan usaha dan administrasi penjualan dan keuangan terpusat.
2.       Pemberian ijin pemusatan berdasarkan pemeriksaan (Psl 12 (2))
1.       Cukup dengan menyampaikan pemberitahuan secara tertulis oleh WP kepada Direktur Jenderal Pajak untuk memilih satu atau lebih sebagai tempat terutangnya pajak ( Psl 12 (2))
2.       Pemeriksaan dilakukan kemudian dalam hal diperlukan (penjelasan Psl 29 (1) UU KUP)

Pasal 13
Pembuatan Faktur Pajak
(Psl 13 (1.a))















Jenis Faktur Pajak
(Psl 13)



Sanksi Atas Pelanggaran Syarat Formal Faktur Pajak
(Psl 13 (5) dan Psl 14 (1.e) UU KUP)











Syarat formal dan material faktur pajak
(Psl 13 (9))


Diatur dalam peraturan Dirjen Pajak, PKP dapat membuat satu faktur pajak meliputi seluruh penyerahan yang dilakukan kepada pembeli BKP atau penerima JKP yang sama, yaitu paling lama akhir bulan berikutnya atau pada saat pembayaran (dalam hal pembayaran diterima sebelum akhir bulan berikutnya).






Di kenal dua jenis faktur pajak yaitu faktur pajak standar dan faktur pajak sederhana (Psl 13 (1) & (7))

PKP akan dikenai sanksi apabila menerbitkan faktur pajak yang tidak memenuhi syarat formal faktur pajak sebaimana diatur dalam pasal 13 ayat (5)











Faktur pajak harus memenuhi syarat formal dan material, seperti : nama, alamat, NPWP yang menyerahkan BKP atau JKP, NPWP pembeli BKP atau JKP, jenis barang atau jasa, jumlah harga jual atau penggantian, potongan harga, pajak PPn yang dipungut atau pajak penjualan atas BM yang dipungut, kode, nomor seri, tanggal pembuatan faktur pajak, dan nama serta tanda tangan yang berhak menandatangani faktur pajak, terdapat penjelasan  psl 13 ayat (5).

Diatur dalam Undang-Undang (Psl 13 (1.a) dan disesuaikan dengan saat terutang pajak sebaimana diatur dalam Psl 11, PKP dapat membuat satu faktur pajak meliputi seluruh penyerahan yang dilakukan kepada pembeli BKP atau penerima JKP, yaitu pada saat penyerahan atau pada saat pembayaran diterima (dalam hal pembayaran terjadi sebelum penyerahan).
Faktur pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dibuat paling lama pada akhir bulan penyerahan.

Hanya ada istilah “Faktur Pajak”




PKP tidak dikenai sanksi apabila menerbitkan faktur pajak yang tidak memuat ;
1.       Identitas pembeli, atau
2.       Identitas pembeli serta nama dan tanda tangan untuk faktur pajak yang diterbitkan oleh pedagang eceran (Psl 14 (1) huruf e UU KUP)
Faktur pajak tersebut tidak dikategorikan sebagai faktur pajak cacat, namun faktur pajaknya sendiri tidak dapat dikreditkan oleh pembelinya.

Faktur pajak memenuhi persyaratan formal, apabila di isi secara lengkap, jelas, dan benar sesuai dengan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) atau persyaratan yang di atur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (6)

Sedangkan faktur pajak memenuhi persyaratan material , apabila berisi keterangan yang sebenarnya atau sesungguhnya mengenai penyerahan BKP atau JKP.
Pasal 15.A

Penyetoran dan Pelaporan PPn
Penyetoran dilakukan paling lama pada tanggal 15 setelah berakhirnya masa pajak.



Pelaporan dilakukan paling lama pada tanggal 20 setelah berakhirnya masa pajak.
Penyetoran PPn oleh PKP di lakukan paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak dan sebelum SPT masa PPn disampaikan (Psl 15.A)

Pelaporan PPn dilakukan paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak (Psl 15.A)

Dalam hal terjadi keterlambatan pembayaran pajak terutang atau keterlambatan penyampaian berdasarkan SPT PPn, maka PKP tetap dikenai sanksi administrasi sebagaimana diatur dalam UU No.6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dan Perubahannya.
Pasal 16.F
Tanggung Renteng
Tidak lagi diatur dalam UU KUP dan tidak diatur dalam UU PPn
Karena pasal mengenai tanggung renteng masih diperlukan, pembeli BKP atau penerima JKP bertanggung jawab secara renteng atas pembayaran pajak yang terutang sepanjang apabila ternyata pajak tersebut tidak dapat ditagih kepada penjual/pemberi jasa, dan pembeli/penerima jasa tidak dapat menunjukkan bukti bahwa pajak telah dibayar, ketentuan tersebut diatur kembali dalam UU PPn ini.

No comments:

Adventure Lombok Exotis Bersama Taft Diesel Indonesia Chapter Gresik

Menjelang Tahun Baru 2015 TDI ( Taft Diesel Indonesia ) Chapter Gresik mengadakan Touring Ke Pulau lombok Selama 3 hari dan dilanjutka...